Aktivitas
Pemberdayaan
Microfinance
Rapat Anggota Tahunan Koperasi Serba Usaha Gerakan Ekonomi
Kaum Ibu (GEMI) tutup bhuku2014, diadakan pada tanggal 13 Maret 2015. Acara
bertempat di Goeboeg Resto, sebuah restoran yang beralamatkan di Kompleks Ruko
Tandan Raya, Perempatan Ringroad Jalan Wonosari, Ketandan, Bantul.
Rapat ini diadakan sebagai Laporan Pertanggungjawaban
Pengurus dan Pengawas Koperasi GEMI terhadap kinerjanya selama tahun 2014. Acara Rapat Anggota Tahunan ini, dihadiri oleh puluhan
Pengurus GEMI dan Anggotanya, serta mengundang beberapa perwakilan dari
Pemerintah, yaitu dari Disperindagkop Kota Yogyakarta dan Disperindagkop
Propinsi DIY, serta Ketua Puskowan Dewi Kunthi.
Acara ini dibuka pada pukul 9 pagi, diikuti dengan sambutan yang diisi oleh Ketua Pengurus GEMI, Ekantini
Puji Basuki, dan dilanjutkan dengan pengarahan dari Kepala Disperindagkop
Kota dan Propinsi. Kemudian masuk acara inti, Pembahasan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus GEMI dan Pembahasan
Laporan Pertanggungjawaban Pengawas. Dan dilanjutkan dengan Pembahasan Rancangan
Program Kerja.
Dalam RAT Tutup Buku 2014 ini juga telah terbentuk Pengurus Koperasi GEMI periode 2015 - 2016, dengan susunan;
Ketua : Ekantini Puji Basuki
Sekretaris I : Esaputri Purwandari
Sekretaris II : Umdatul Qori'ah
Bendahara I : Suniyah
Bendahara II : Sudartini
Bros adalah sebuah benda perhiasan (dekoratif), yang biasanya disematkan di pakaian atau jilbab. Bentuk bros bervariasi, sesuai dengan selera pemakainya. Di bagian belakang bros terdapat jarum (peniti) yang berfungsi sebagai pengait.
Bros biasanya diusahakan oleh
home industry, sehingga sesuai dengan pekerjaan ibu rumah tangga yang
menginginkan tambahan pendapatan rumah tangga. GEMI, adalah salah satu lembaga
yang concern di bidang pemberdayaan usaha kaum ibu, telah menyelenggarakan
pelatihan mengenai cara pembuatan bros.
GEMI menyelenggarakan pelatihan
pembuatan Bros pada tanggal 1 April bertempat di Kantor GEMI area Bantul. Pelatihan
ini ditujukan kepada para anggota GEMI yang berdomisili di Kabupaten Bantul.
Pelatihan ini diikuti oleh sekitar 15 orang ibu. Dalam pelatihan ini, ibu-ibu
dilatih dalam pengenalan bahan dan alat yang dipakai untuk membuat bros, dan
langsung praktek cara membuatnya. Pelatihan ini dipandu oleh Anggi Mayangsari
dan Fatimah Az Zahra, dari Kantor GEMI Pusat.
Tujuan dari pelatihan ini adalah
untuk menambah ketrampilan baru bagi kaum ibu, agar punya wawasan baru tentang produksi
barang. Selain itu, ketrampilan ini bertujuan untuk meningkatkan silaturahmi
antara pengurus GEMI dan anggotanya, dan antar satu anggota dengan yang
lainnya. Upaya peningkatan hubungan antar anggota GEMI juga telah dilakukan
oleh GEMI lewat pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil dari pelatihan ini, ibu-ibu
dapat memahami bagaimana proses pembuatan bros, dari awal sampai akhir, dan
dapat menguasai peralatannya. Dalam pelatihan ini, peserta dapat membuat dua
jenis aplikasi bros. dan diharapkan, peserta dapat mengembangkannya sendiri di
rumah masing-masing.
TEMPO.CO, Jakarta
- Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Anak Agung Gede
Ngurah Puspayoga, mengatakan nilai pinjaman program Kredit Usaha Rakyat
(KUR) bagi usaha mikro tahun ini mencapai Rp 25 juta tanpa agunan.
"Waktu dulu, pinjaman hanya Rp 20 juta," ujar Puspayoga seusai bertemu
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota,
Jakarta, Jumat, 16 Januari 2015.
Sementara pagu kredit untuk usaha mikro dinaikkan, pemberian pinjaman untuk jenis usaha retail berskala besar dihentikan sementara. Alasannya, Puspayoga menjelaskan, pemerintah perlu mengevaluasi pengucuran kredit periode sebelumnya yang terbilang seret. Pada tahun lalu, kredit macet dari program Kredit Usaha Rakyat mencapai 4,2 persen. "NPL tahun lalu tinggi," ujarnya.
Sementara pagu kredit untuk usaha mikro dinaikkan, pemberian pinjaman untuk jenis usaha retail berskala besar dihentikan sementara. Alasannya, Puspayoga menjelaskan, pemerintah perlu mengevaluasi pengucuran kredit periode sebelumnya yang terbilang seret. Pada tahun lalu, kredit macet dari program Kredit Usaha Rakyat mencapai 4,2 persen. "NPL tahun lalu tinggi," ujarnya.
Puspayoga menambahkan, jumlah pelaku usaha kecil menengah yang tercatat di kementerian mencapai 40 juta pengusaha. "Pendataan ini akan kami lakukan terus," ia berujar.
Rembug,
berasal dari bahasa Jawa, yang biasa digunakan dalam bahasa Indonesia. Rembug
artinya berbicara. Sedangkan dalam pemakaiannya, sering diartikan dengan
musyawarah. Baik musyawarah untuk menemukan solusi, atau musyawarah untuk
menyelesaikan sengketa (berunding).
Kata ‘Rembug’
di GEMI dipakai untuk menyebut kumpulan para anggota GEMI (Gerakan Kaum Ibu),
yang terdiri dari 5-20 orang ibu-ibu. Tiap rembug terdiri dari anggota GEMI
yang berdomisili di wilayah yang berdekatan. Dalam GEMI, rembug dibentuk untuk
membentuk kesolidan, dan didasari oleh semangat kemajuan dan kesejahteraan
bersama. Olah karena itu, di GEMI, tiap kali mengadakan acara rutin (mingguan),
sering menyampaikan ‘Ikrar Anggota GEMI’, dimana didalamnya berisi sumpah untuk
memajukan ekonomi keluarganya dengan usaha yang dilakukannya.
Rembug bisa
dipahami sebagai upaya pemebntukan komunitas usaha kecil bagi kaum perempuan
(ibu) yang diinisiasi oleh GEMI. Pembentukan komunitas di desa maupun di kampong,
sangat penting, karena dalam kultur masyarakat agraris maupun perkampungan,
model gotong-royong masih dipertahankan. Dalam GEMI, kultur tersebut dibangun
dengan tujuan meraih keberhasilan ekonomi bersama.
Sumber: Berita Satu (Des, 2014)
Bogor - Program
Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB) dan
Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) mewisuda 150 pelaku Usaha Mikro
Kecil (UMK) nasabah BTPN yang berasal dari Jakarta, Bogor, Tangerang
Bekasi (Jabodetabek), Rabu (17/12) di IPB International Convention
Center (IICC) Bogor.
Wisuda ini merupakan bentuk apresiasi atas kesungguhan nasabah
mengikuti berbagai pelatihan yang dilakukan secara terukur dan
berkelanjutan di seluruh kantor cabang BTPN.
Program pendampingan dan pemberdayaan nasabah yang disebut Program
Daya ini dilakukan BTPN dengan menggandeng MB-IPB untuk ikut menyusun
berbagai macam kurikulum modul pelatihan yang dibutuhkan nasabah. BTPN
dan MB-IPB meyakini implementasi Program Daya dapat meningkatkan
kapasitas usaha nasabah. Program ini juga efektif mengatasi hambatan
yang dihadapi para pelaku usaha mikro.
Berdasarkan hasil penelitian MB-IPB, pelaku UMK mengalami beberapa tantangan dalam mengembangkan usaha mereka.
“Pertama, pelaku UMK cenderung belum bankable, baik disebabkan belum
adanya manajemen keuangan yang transparan maupun kurangnya kemampuan
manajerial dan finansial. Kedua, kurangnya pengetahuan akan pemasaran,
produksi dan quality control, keuangan dan akuntansi. Hal ini
disebabkan oleh minimnya kesempatan untuk mengikuti perkembangan
teknologi serta kurangnya akses pendidikan dan pelatihan untuk
mengembangkan kapasitas usaha. Karenanya sebuah kebanggaan bagi MB-IPB
dapat menjadi mitra untuk mengembangkan Unique Value Proposition (UVP)
dari BTPN,” papar Direktur MB-IPB, Dr Arief Daryanto.
Wakil Direktur Utama BTPN Zemi Suhendar mengatakan, pada bulan
Desember 2014 ini telah diwisuda 300 nasabah BTPN yang telah mengikuti
empat modul pelatihan daya.
Selain di Bogor untuk lingkup Jabodetabek, proses wisuda dilakukan di
tiga kota lainnya, yakni Palembang Sumatera Selatan, Banjarmasin
Kalimantan Selatan, dan Semarang Jawa Tengah dengan jumlah wisudawan
masing-masing 50 nasabah.
Rangkaian wisuda di Bogor juga diisi dengan kuliah umum yang
menghadirkan Prof Dr Noor Azam Achsani, Asisten Direktur Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan MB-IPB
Penulis: Vento Saudale/CAH
Aktivitas
Pendataan terhadap GEMI, sampai saat ini dilakukan dari satu kelompok ke
kelompok lainnya. Pendataan ditujukan khususnya untuk melakukan survey perkembangan usaha
para anggota GEMI. Agar hasil kegiatan GEMI dapat dilihat seberapa dampaknya
terhadap para anggota GEMI.
Aktivitas ini
dilakukan oleh pengurus GEMI, dengan mewancarai serta meninjau lokasi beberapa
usaha anggota GEMI. Data yang dibutuhkan
dari anggota GEMi seperti; jenis usaha, proses usaha, laba
harian/mingguan/bulanan, strategi usaha ke depan, serta kendala-kendala yang
dihadapi.
Kegiatan pendataan
usaha ini diperlukan oleh GEMI, karena pihak pengurus dapat merancang strategi
untuk melakukan pemberdayaan ke depannya, seperti menentukan jenis pelatihan
apa yang paling sesuai.
Sumber: Republika Online
Monday, 12 January 2015,
JAKARTA — Perlambatan kredit perbankan terus berlanjut hingga akhir
2014. Pada November 2014, kredit perbankan tercatat sebesar Rp 3.626,2
triliun atau tumbuh 11,7 persen year on year (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,4 persen
(yoy). Penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga
terimbas pelambatan tersebut.
Kredit UMKM pada November 2014 tercatat sebesar Rp 660,8 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy), lebih rendah dibanding Oktober 2014 yang tumbuh 11,1 persen yoy. Perlambatan terutama terjadi pada skala usaha menengah yang tumbuh 8,6 persen, melambat dibandingkan Oktober 2014 yang mencapai 9,8 persen.
Peneliti ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional mengindikasikan kehati-hatian bank. Menurutnya, preferensi bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM tidak sebaik ketika menyalurkan kredit di sektor korporasi.
Selain itu, penyaluran kredit kepada UMKM diasumsikan berisiko tinggi. Hal ini lantaran UMKM belum berpengalaman mengelola kredit. Di sisi UMKM, pada dasarnya pelaku usaha kecil ingin mengakses perbankan, namun belum memenuhi syarat perbankan (bankable). Baru-baru ini, pemerintah berencana mengurangi plafon kredit usaha rakyat (KUR) dari semula Rp 500 juta menjadi hanya Rp 25 juta. Hal ini karena kredit usaha di atas Rp 25 juta tetap dikenakan bunga kredit komersial.
Menurut Latif, pengurangan plafon KUR ini bisa meningkatkan askes usaha mikro supaya lebih bankable. Dalam jangka panjang, penciptaan wirausaha dinilai bisa menjadi lebih cepat.
"KUR perlu diberikan kepada usaha mikro yang feasible, tapi belum bankable," kata Latif saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari, kredit Rp 25 juta yang masuk dalam skema KUR terlalu kecil. Padahal, pelaku usaha UMKM membutuhkan kredit yang lebih tinggi dari plafon yang ditentukan.
"Sekarang masih banyak UMKM yang terbentur bankable, kalau kreditnya cuma Rp 25 juta, akan bisa digunakan untuk apa?" ujar Okto.
Menurutnya, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional disebabkan kebanyakan pelaku UMKM masih mengalami kesulitan dalam mengakses perbankan. Karena kondisi itu, pemerintah dinilai perlu memberikan skema yang lebih longgar untuk kredit UMKM.
Di sisi lain, meski pertumbuhan kredit melambat, bank sentral mencatat kenaikan suku bunga. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, suku bunga kredit perbankan masih terus meningkat, sementara suku bunga deposito menurun. Pada November 2014, rata-rata suku bunga kredit tercatat sebesar 12,97 persen, meningkat dibandingkan Oktober 2014 yang berada di level 12,93 persen.
Rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu satu, tiga, enam, dan 12 bulan pada November 2014, masing-masing tercatat sebesar 8,20 persen, 9,02 persen, 9,30 persen, dan 8,74 persen. Angka itu turun dibandingkan Oktober 2014 yang masing-masing tercatat sebesar 8,23 persen, 9,25 persen, 9,38 persen, dan 8,77 persen.
Sementara itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (uang beredar dalam arti luas) pada November 2014 meningkat. Posisi M2 pada November 2014 tercatat sebesar Rp 4.076,3 triliun atau tumbuh 12,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,5 persen (yoy).
Menurut Tirta, peningkatan pertumbuhan tersebut, terutama berasal dari komponen uang kuasi (simpanan di bank). Pertumbuhan komponen uang kuasi tercatat sebesar 13,9 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 13,7 persen (yoy).
"Sementara, perkembangan M1 relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 9,8 persen (yoy)," ujarnya. rep: dwi murdaningsih c87 ed: nur aini
Kredit UMKM pada November 2014 tercatat sebesar Rp 660,8 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy), lebih rendah dibanding Oktober 2014 yang tumbuh 11,1 persen yoy. Perlambatan terutama terjadi pada skala usaha menengah yang tumbuh 8,6 persen, melambat dibandingkan Oktober 2014 yang mencapai 9,8 persen.
Peneliti ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional mengindikasikan kehati-hatian bank. Menurutnya, preferensi bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM tidak sebaik ketika menyalurkan kredit di sektor korporasi.
Selain itu, penyaluran kredit kepada UMKM diasumsikan berisiko tinggi. Hal ini lantaran UMKM belum berpengalaman mengelola kredit. Di sisi UMKM, pada dasarnya pelaku usaha kecil ingin mengakses perbankan, namun belum memenuhi syarat perbankan (bankable). Baru-baru ini, pemerintah berencana mengurangi plafon kredit usaha rakyat (KUR) dari semula Rp 500 juta menjadi hanya Rp 25 juta. Hal ini karena kredit usaha di atas Rp 25 juta tetap dikenakan bunga kredit komersial.
Menurut Latif, pengurangan plafon KUR ini bisa meningkatkan askes usaha mikro supaya lebih bankable. Dalam jangka panjang, penciptaan wirausaha dinilai bisa menjadi lebih cepat.
"KUR perlu diberikan kepada usaha mikro yang feasible, tapi belum bankable," kata Latif saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari, kredit Rp 25 juta yang masuk dalam skema KUR terlalu kecil. Padahal, pelaku usaha UMKM membutuhkan kredit yang lebih tinggi dari plafon yang ditentukan.
"Sekarang masih banyak UMKM yang terbentur bankable, kalau kreditnya cuma Rp 25 juta, akan bisa digunakan untuk apa?" ujar Okto.
Menurutnya, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional disebabkan kebanyakan pelaku UMKM masih mengalami kesulitan dalam mengakses perbankan. Karena kondisi itu, pemerintah dinilai perlu memberikan skema yang lebih longgar untuk kredit UMKM.
Di sisi lain, meski pertumbuhan kredit melambat, bank sentral mencatat kenaikan suku bunga. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, suku bunga kredit perbankan masih terus meningkat, sementara suku bunga deposito menurun. Pada November 2014, rata-rata suku bunga kredit tercatat sebesar 12,97 persen, meningkat dibandingkan Oktober 2014 yang berada di level 12,93 persen.
Rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu satu, tiga, enam, dan 12 bulan pada November 2014, masing-masing tercatat sebesar 8,20 persen, 9,02 persen, 9,30 persen, dan 8,74 persen. Angka itu turun dibandingkan Oktober 2014 yang masing-masing tercatat sebesar 8,23 persen, 9,25 persen, 9,38 persen, dan 8,77 persen.
Sementara itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (uang beredar dalam arti luas) pada November 2014 meningkat. Posisi M2 pada November 2014 tercatat sebesar Rp 4.076,3 triliun atau tumbuh 12,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,5 persen (yoy).
Menurut Tirta, peningkatan pertumbuhan tersebut, terutama berasal dari komponen uang kuasi (simpanan di bank). Pertumbuhan komponen uang kuasi tercatat sebesar 13,9 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 13,7 persen (yoy).
"Sementara, perkembangan M1 relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 9,8 persen (yoy)," ujarnya. rep: dwi murdaningsih c87 ed: nur aini
Oleh: Dr. Astriana Baiti Sinaga MS., Dosen dan Aktifis Perempuan
SIAPAKAH yang disebut Ibu? Makhluk Allah yang disebut perempuan serta
dianugerahkan di dalam fisiknya sebuah rahim, sebagai sumber kasih
sayang. Karena kasih sayang itulah peran ibu sangat identik dengan
peradaban. Pada seorang ibu tentunya dalam siklus hidupnya akan melekat
multi peran yakni; sebagai istri kalau sudah menikah, sebagai ibu,
ketika sudah dianugerahkan anak, sebagai agent of change ketika menjadi
bagian dari anggota masyarakat, dan tentunya sebagai makhluk tuhan
karena Allah Zat yang menciptakannya.
Berkaitan dengan peran perempuan sebagai ibu, maka peran ini memiliki
peran yang sangat signifikan untuk kelangsungan kehidupan masyarakat.
Tanpa ibu tidak akan ada populasi manusia, tidak ada sebuah bangsa.
Tidak ada negara dan tidak akan ada peradaban manusia. Peradaban
tentunya akan sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Anak berkualitas tentunya lahir dari ibu yang berkualitas.
Dalam fakta sejarah di dalam Islam misalnya membuktikan sosok Khadijah,
ibu teladan sepanjang sejarah manusia. Yang melahirkan seorang putri,
Fatimah Az zahra tumbuh menjadi sosok ibu sukses mendidik anaknya Hasan
dan Husen. Begitu pula sosok Hajar, seorang perempuan dari kalangan
kelas bawah namun memiliki kualitas religius dalam kondisi kritis dan
sangat terbatas, namun mampu melahirkan sosok anak yang berkualitas.
Begitu juga di balik kesuksesan pemimpin dunia saat ini yang banyak
mengisahkan bahwa kesuksesan hari adalah berkat dan peran ibu yang
mendidiknya sejak kecil.
Siklus kehidupan generasi yang tampak dari contoh-contoh kisah ibu
yang sukses tadi, menujukkan alur yang sejalan dan berkelanjutan bahwa
ibu yang berkualitas menurunkan bibit generasi kebaikan sepanjang
sejarahnya. Begitulah ukiran yang dipahat oleh seorang ibu yang tangguh
akan melahirkan generasi yang tangguh juga. Sehingga kita berani
mengatakan bahwa peran seorang ibu adalah peran yang diwarnai
tanggungjawab yang besar karena menentukan nasib sebuah bangsa dan
peradaban.
Peran seorang ibu adalah profesi yang sangat mulia dan bergengsi,
yang tidak bisa dinilai dengan lembaran rupiah, dollar ataupun mata uang
apapun. Namun, ibu akan mengukir lembaran sejarah hidup manusia, bangsa
bahkan peradaban dunia.
Untuk melahirkan seorang ibu tentunya
membutuhkan perspektif pemberdayaan perempuan yang benar yang tentunya
sesuai dengan tatanan nilai agama namun tetap memahami perkembangan
zaman di mana perempuan tersebut hidup. Artinya dibutuhkan pemberdayaan
yang membuat perempuan tersebut tetap dalam kefitrahannya namun cerdas,
kreatif, dinamis, dan visioner dalam menjalankan segala aktivitasnya,
khususnya peran strategisnya sebagai ibu. Pertanyaan kita selanjutnya
adalah bagaimana paradigma pemberdayaan perempuan pada hari ini?
Ibu, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya adalah berjenis
kelamin perempuan. Artinya membicarakan ibu berarti membicarakan
perempuan. Bagaimana paradigma pemberdayaan perempuan hari ini
memerlukan sebuah jawaban sebagai renungan kita di hari ibu ini.
Membicarakan perspektif pemberdayaan perempuan di Indonesia tentunya
tidak bisa dilepaskan dengan kesepakatan-kesepakatan internasional.
Indonesia sebagai negara yang terikat dengan konvensi cedaw, memiliki
kewajiban untuk menjadikan konvensi cedaw resmi sebagai sumber hukum
formal. Di mana berkedudukan setingkat dengan undang-undang. Selanjutnya
negara memberikan komitmen, mengikatkan diri untuk menjamin melalui
peraturan perundang-undangan, kebijakan nasional dan daerah, program,
langkah tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Yakni dengan melalui
perwujudan keadilan dan kesetaraan kedudukan dalam akses, partisipasi,
kontrol, penikmat manfaat yang sama dari hasil-hasil pembangunan. Salah
satu bentuk perwujudan makna ratifikasi konvensi cedaw bagi pemerintah
Indonesia melalui UU No 7/1984, artinya pemerintah Indonesia concern dan
mengikatkan diri untuk terjaminnya Pengarusutamaan Gender (PUG) dan
Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, kebijakan, program, langkah tindak untuk mewujudkan
KKG serta terhapusnya segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
BERSAMBUNG
Langganan:
Postingan (Atom)