PENTINGNYA PEMBERDAYAAN BAGI KAUM IBU
GEMI INDONESIA
01.34
0
Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya kekuatan. Kata ini
diimbuhi kata “ber” jadi berdaya,
yang artinya punya kekuatan/kemampuan sendiri. Kata “berdaya” diimbuhi kata “pem”-“an” menjadi pemberdayaan, yang artinya membuat seseorang/sesuatu menjadi
kuat/berdaya hingga mempunyai kemampuan/kekuatan sendiri.
Kata “Pemberdayaan”
sebenarnya bisa dikaitkan dengan apa
saja, tetapi pada lazimnya kata ini dikaitkan dengan kata masyarakat, menjadi “Pemberdayaan Masyarakat” yang artinya,
proses pembangunan dimana masyarakat berinisiatif memulai proses kegiatan
sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi sendiri. (Wikipedia).
Jika dipikir-pikir, tidak mungkin seluruh
masyarakat langsung mempunyai inisiatif secara spontan bersama-sama untuk
memajukan diri mereka sendiri, tanpa adanya stimulant (rangsangan) apapun. Adalah
suatu sunnatullah, jika aksi-reaksi
personal atau masyarakat sangat tergantung adanya stimulasi dari luar dirinya
sendiri. Stimulasi itu dapat berupa kejadian alam, kejadian sosial atau
informasi yang berasal dari luar yang dapat dijadikan sumber inspirasi.
Begitu juga dengan Pola perubahan sosial,
biasanya ada agen sosial (individu) yang menginisiatif anggota masyarakat
lainnya, atau adanya media dari luar, yang menstimulasi satu atau beberapa
anggota masyarakat, sehingga mereka bergerak untuk memberdayakan dirinya, menuju
perubahan sosial yang lebih baik.
Peran Kaum
Ibu
Secara kodrati, sebenarnya lelaki dan
perempuan diberikan kelebihan yang berbeda-beda. Lelaki punya kelebihan fisik
dan mobilitas di luar rumah. Tak kalah dari kaum lelaki, perempuan mempunyai
kelebihan lainnya, yaitu kecerdasan komunikatif. Hal ini dapat dilihat secara empiric,
bahwa tali penghubung antar rumah tangga dalam masyarakat, sangat ditentukan
oleh pertemuan antara ibu-ibu. Baik di forum warga (seperti kegiatan PKK,
arisan, dll), pengajian, sampai forum ‘rasan-rasan’.
Dalam kehidupan budaya Jawa keseharian,
ketika ada sebuah keluarga “nduwe gawe”, kaum ibu punya peran vital. Tak hanya di
bidang konsumsi, tetapi juga berperan vital di “belakang layar”. Kaum ibu mudah
digerakkan, untuk mengajak ibu-ibu lainnya menghadiri kegiatan. Tetapi, Peran kaum
ibu ini seringkali dipandang sebelah mata.
Tak hanya pada kehidupan sosial, kaum ibu
juga punya kelebihan lain, yaitu dalam pengaturan keuangan. Dalam kehidupan
sehari-hari, kaum ibu rata-rata mempunyai keunggulan dalam mengatur uang
masuk-keluar daripada kaum bapak-bapak. Sehingga, secara umumnya, dalam
kehidupan keluarga, ibu berperan sebagai “bendahara” keluarga. Lazimnya,
penghasilan yang didapatkan dari keluarga diserahkan kepada pihak ibu, dan
pihak ibu mengatur, seberapa uang yang diterimanya, untuk apa, targetnya untuk
apa, dan berapa savingnya, ia sudah kalkulasi semuanya. Sehingga, ia akan
keberatan jika uang yang dibawah kontrolnya, digunakan untuk keperluan tidak
penting, seperti uang rokok.
Kaum ibu punya jiwa setiti, rapi, dan
terkontrol, dalam urusan rumah tangga. Di masyarakat lapis bawah, dimana banyak
keluarga mendirikan usaha keluarga (home
industry) kecil, ibu berperan sentral. Mereka rata-rata dapat mengetahui
dan mengendalikan seberapa laba yang mereka hasilkan, dan seberapa yang
semestinya mereka keluarkan untuk belanja barang. Tak sedikit kasus, dimana ada
home industry milik keluarga
tiba-tiba colaps, karena
ketidakhadiran seorang istri, karena meninggal atau karena sebab lainnya.
Aktualisasi Potensi
Kaum Ibu
Sebagaimana fitrahnya, kaum Ibu ternyata
diberi potensi (mazidah) sangat besar
dari Allah. Sangat mubazir, jika besarnya potensi tersebut disia-siakan begitu
saja. Akibatnya, banyak perkumpulan ibu-ibu tidak diarahkan menuju tindakan
bermakna, tetapi diarahkan ke hal-hal negative, seperti tindakan rasan-rasan. Makanya, banyak aktivis
dari kaum ibu yang mengarahkan mereka membentuk arisan bersama, perkumpulan
ibu-ibu PKK sampai pengajian ibu-ibu di masjid.
Potensi dari kaum ibu ini juga dapat
diarahkan menuju perbaikan ekonomi. Mengingat beberapa potensi yang mereka
miliki, 1) punya jaringan yang lebih intens
dalam masyarakat dimana mereka hidup. 2) punya skill komunikatif yang lebih
baik, 3) punya skill manajemen keuangan yang lebih hebat dibanding kaum
bapak-bapak. Potensi ini tidak hanya dimiliki oleh kaum ibu-ibu di Indonesia,
tetapi di Negara-negara berkembang lainnya, seperti India, Brazil, Srilanka,
Bangladesh, dst.
Mengingat potensi besar ini, seorang ekonom
Bangladesh, Muhammad Yunus, mengembangkan system perbankan, ditujukan untuk
mengembangkan usaha yang dikelola oleh para kaum ibu di negaranya, dengan nama
Grameen Bank. System ini berhasil menginisasi kaum ibu, kemudian direplikasi oleh
para aktivis perempuan di Negara-negara berkembang lainnya, termasuk di
Indonesia.
Kelebihan
Memberdayakan Kaum Ibu
Memberdayakan kaum ibu lebih mudah
memberdayakan kaum Bapak. Karena pada umumnya, siklus kehidupan kaum ibu lebih
banyak berinteraksi di tengah masyarakat daripada siklus kehidupan bapak. Lazimnya,
lelaki yang bekerja, pagi sampai sore hari mereka bekerja, sore sampai malam,
digunakan untuk istirahat atau ‘maen’
ke beberapa sobatnya. Kaum lelaki lebih menyukai apa yang jadi pilihan mereka pribadi.
Sehingga banyak waktu terbuang untuk memenuhi hasrat selera (hoby) mereka,
seperti memancing, dangdutan, sampai
nonton bola. Berbeda dengan kaum ibu, mereka mudah digerakkan ke perkumpulan.
Memberdayakan perempuan di desa-desa, secara
fakta, mempunyai keberhasilan yang relative lebih tinggi daripada memberdayakann
para pengusaha menengah. Dalam kasus Grameen Bank, rata-rata pengembalian
modal, dari pengusaha kecil perempuan, lebih terjamin daripada pemberian modal
dari bank-bank konvensional, kepada para nasabahnya yang rata-rata pengusaha-pengusaha
kelas menengah ke atas.
Pemberdayaan yang ditujukan kepada kaum ibu,
juga dapat memenuhi jiwa ‘kemanusiaan’, karena sesuai fitrah kita yang diberikan nurani, juga karena anjuran agama,
tentang mengutamakan hak-hak kaum lemah, dan mengeluarkan kaum mustadh’afin menuju ke keadaan yang
lebih baik.
Tidak ada komentar