Penyaluran Kredit UMKM tak Agresif
GEMI INDONESIA
22.11
0
Sumber: Republika Online
Monday, 12 January 2015,
JAKARTA — Perlambatan kredit perbankan terus berlanjut hingga akhir
2014. Pada November 2014, kredit perbankan tercatat sebesar Rp 3.626,2
triliun atau tumbuh 11,7 persen year on year (yoy), lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,4 persen
(yoy). Penyaluran kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga
terimbas pelambatan tersebut.
Kredit UMKM pada November 2014 tercatat sebesar Rp 660,8 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy), lebih rendah dibanding Oktober 2014 yang tumbuh 11,1 persen yoy. Perlambatan terutama terjadi pada skala usaha menengah yang tumbuh 8,6 persen, melambat dibandingkan Oktober 2014 yang mencapai 9,8 persen.
Peneliti ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional mengindikasikan kehati-hatian bank. Menurutnya, preferensi bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM tidak sebaik ketika menyalurkan kredit di sektor korporasi.
Selain itu, penyaluran kredit kepada UMKM diasumsikan berisiko tinggi. Hal ini lantaran UMKM belum berpengalaman mengelola kredit. Di sisi UMKM, pada dasarnya pelaku usaha kecil ingin mengakses perbankan, namun belum memenuhi syarat perbankan (bankable). Baru-baru ini, pemerintah berencana mengurangi plafon kredit usaha rakyat (KUR) dari semula Rp 500 juta menjadi hanya Rp 25 juta. Hal ini karena kredit usaha di atas Rp 25 juta tetap dikenakan bunga kredit komersial.
Menurut Latif, pengurangan plafon KUR ini bisa meningkatkan askes usaha mikro supaya lebih bankable. Dalam jangka panjang, penciptaan wirausaha dinilai bisa menjadi lebih cepat.
"KUR perlu diberikan kepada usaha mikro yang feasible, tapi belum bankable," kata Latif saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari, kredit Rp 25 juta yang masuk dalam skema KUR terlalu kecil. Padahal, pelaku usaha UMKM membutuhkan kredit yang lebih tinggi dari plafon yang ditentukan.
"Sekarang masih banyak UMKM yang terbentur bankable, kalau kreditnya cuma Rp 25 juta, akan bisa digunakan untuk apa?" ujar Okto.
Menurutnya, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional disebabkan kebanyakan pelaku UMKM masih mengalami kesulitan dalam mengakses perbankan. Karena kondisi itu, pemerintah dinilai perlu memberikan skema yang lebih longgar untuk kredit UMKM.
Di sisi lain, meski pertumbuhan kredit melambat, bank sentral mencatat kenaikan suku bunga. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, suku bunga kredit perbankan masih terus meningkat, sementara suku bunga deposito menurun. Pada November 2014, rata-rata suku bunga kredit tercatat sebesar 12,97 persen, meningkat dibandingkan Oktober 2014 yang berada di level 12,93 persen.
Rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu satu, tiga, enam, dan 12 bulan pada November 2014, masing-masing tercatat sebesar 8,20 persen, 9,02 persen, 9,30 persen, dan 8,74 persen. Angka itu turun dibandingkan Oktober 2014 yang masing-masing tercatat sebesar 8,23 persen, 9,25 persen, 9,38 persen, dan 8,77 persen.
Sementara itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (uang beredar dalam arti luas) pada November 2014 meningkat. Posisi M2 pada November 2014 tercatat sebesar Rp 4.076,3 triliun atau tumbuh 12,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,5 persen (yoy).
Menurut Tirta, peningkatan pertumbuhan tersebut, terutama berasal dari komponen uang kuasi (simpanan di bank). Pertumbuhan komponen uang kuasi tercatat sebesar 13,9 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 13,7 persen (yoy).
"Sementara, perkembangan M1 relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 9,8 persen (yoy)," ujarnya. rep: dwi murdaningsih c87 ed: nur aini
Kredit UMKM pada November 2014 tercatat sebesar Rp 660,8 triliun atau tumbuh 11 persen (yoy), lebih rendah dibanding Oktober 2014 yang tumbuh 11,1 persen yoy. Perlambatan terutama terjadi pada skala usaha menengah yang tumbuh 8,6 persen, melambat dibandingkan Oktober 2014 yang mencapai 9,8 persen.
Peneliti ekonomi LIPI Latif Adam mengatakan, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional mengindikasikan kehati-hatian bank. Menurutnya, preferensi bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM tidak sebaik ketika menyalurkan kredit di sektor korporasi.
Selain itu, penyaluran kredit kepada UMKM diasumsikan berisiko tinggi. Hal ini lantaran UMKM belum berpengalaman mengelola kredit. Di sisi UMKM, pada dasarnya pelaku usaha kecil ingin mengakses perbankan, namun belum memenuhi syarat perbankan (bankable). Baru-baru ini, pemerintah berencana mengurangi plafon kredit usaha rakyat (KUR) dari semula Rp 500 juta menjadi hanya Rp 25 juta. Hal ini karena kredit usaha di atas Rp 25 juta tetap dikenakan bunga kredit komersial.
Menurut Latif, pengurangan plafon KUR ini bisa meningkatkan askes usaha mikro supaya lebih bankable. Dalam jangka panjang, penciptaan wirausaha dinilai bisa menjadi lebih cepat.
"KUR perlu diberikan kepada usaha mikro yang feasible, tapi belum bankable," kata Latif saat dihubungi Republika, akhir pekan lalu.
Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Raja Sapta Oktohari, kredit Rp 25 juta yang masuk dalam skema KUR terlalu kecil. Padahal, pelaku usaha UMKM membutuhkan kredit yang lebih tinggi dari plafon yang ditentukan.
"Sekarang masih banyak UMKM yang terbentur bankable, kalau kreditnya cuma Rp 25 juta, akan bisa digunakan untuk apa?" ujar Okto.
Menurutnya, pertumbuhan kredit UMKM yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit nasional disebabkan kebanyakan pelaku UMKM masih mengalami kesulitan dalam mengakses perbankan. Karena kondisi itu, pemerintah dinilai perlu memberikan skema yang lebih longgar untuk kredit UMKM.
Di sisi lain, meski pertumbuhan kredit melambat, bank sentral mencatat kenaikan suku bunga. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, suku bunga kredit perbankan masih terus meningkat, sementara suku bunga deposito menurun. Pada November 2014, rata-rata suku bunga kredit tercatat sebesar 12,97 persen, meningkat dibandingkan Oktober 2014 yang berada di level 12,93 persen.
Rata-rata suku bunga deposito berjangka waktu satu, tiga, enam, dan 12 bulan pada November 2014, masing-masing tercatat sebesar 8,20 persen, 9,02 persen, 9,30 persen, dan 8,74 persen. Angka itu turun dibandingkan Oktober 2014 yang masing-masing tercatat sebesar 8,23 persen, 9,25 persen, 9,38 persen, dan 8,77 persen.
Sementara itu, pertumbuhan likuiditas perekonomian M2 (uang beredar dalam arti luas) pada November 2014 meningkat. Posisi M2 pada November 2014 tercatat sebesar Rp 4.076,3 triliun atau tumbuh 12,7 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Oktober 2014 yang sebesar 12,5 persen (yoy).
Menurut Tirta, peningkatan pertumbuhan tersebut, terutama berasal dari komponen uang kuasi (simpanan di bank). Pertumbuhan komponen uang kuasi tercatat sebesar 13,9 persen (yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 13,7 persen (yoy).
"Sementara, perkembangan M1 relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 9,8 persen (yoy)," ujarnya. rep: dwi murdaningsih c87 ed: nur aini
Tidak ada komentar